MILAN - "Kami tak takut kepada AC Milan. Yang kami takutkan justru Filipo Inzaghi," demikian pengakuan pelatih Real Madrid, Jose Mourinho, sebelum timnya menjamu AC Milan pada penyisihan Liga Champions Grup G.
Namun, pada pertandingan 19 Oktober itu, Madrid akhirnya menang 2-0. Inzaghi yang diturunkan di menit ke-78 menggantikan Pato, tak bisa berbuat banyak. Itu mungkin hanya terlalu singkat dia bermain. Faktanya, pernyataan Mourinho akhirnya benar.
Pada pertandingan kedua di kandang Milan, Rabu atau Kamis (4/11/2010), Inzaghi menunjukkan taringnya. Kali ini dia tampil di menit ke-60. Waktu yang cukup dan dia langsung membuat perubahan. Milan yang tertinggal 0-1, akhirnya unggul 2-1 berkat dua golnya. Sayang, Milan kehilangan konsentrasi di menit terakhir hingga akhirnya ditahan 2-2.
Tak ada yang terlalu menarik dalam pertandingan itu kecuali aksi Inzaghi. Meski sudah 37 tahun, dia menunjukkan naluri striker yang mengagumkan. Dia garang seperti singa, tapi juga liat dan cerdik seperti kancil. Sudah terlalu sering Inzaghi membuat gol-gol menentukan. Permainannya memang tak terlalu eksplosif dan atraktif.
Tapi, nalurinya sebagai striker luar biasa. Inzaghi seperti tahu sebelumnya ke mana bola akan mengarah. Sehingga, dia selalu berada dalam posisi yang tepat dan membuat gol mudah, tapi penting dan menentukan. Seperti saat melawan Milan. Tendangan silang Zlatan Ibrahimovic. Tak ada yang mengira bahwa kiper Madrid, Iker Casillas, akan salah anatisipasi. Namun, Inzaghi seperti sudah membacanya.
Bola yang sebenarnya mudah, gagal ditangkap Casillas. Tepisannya melintir dan tiba-tiba disahut Inzaghi dengan sundulannya, gol. Itu kelebihan besar darinya. Selain itu, dia punca kecerdikan sekaligus kelicikan dalam mencuri jebakan offside. Sudah sering dia mencetak gol setelah lolos dari jebakan offside.
Bahkan, terkadang dia benar-benar offside tapi pintar mengelabuhi wasit dan hakim garis. Gol kedua ke gawang Madrid membuktikannya. Sebuah umpan terobosan Gennaro Gattuso langsung dia songsong. Dalam tayangan ulang, jelas dia dalam posisi offside. Namun, wasit Howard Webb membiarkannya. Inzaghi pun dengan leluasa menaklukkan Casillas dan membawa timnya unggul.
Itulah Inzaghi. Dia Singa tua yang masih tajam dan pantas ditakuti pelatih sekelas Mourinho. Dia juga licik dan cerdas dalam mengelabuhi wasit. Sudah sering dia mencetak gol setelah dalam posisi offside, tapi aman-aman saja. Ketajaman Inzaghi juga tak perlu diragukan lagi. Dia orang pertama yang mencetak hat-trick dua kali di Liga Champions saat masih memperkuat Juventus. Pertama lawan Dynamo Kyiv pada 1998 dan kedua lawan Hamburg pada 2000.
Dia kemudian memperbaiki rekor mencetak hat-trick untuk ketiga kalinya di Liga Champions saat membela Milan lawan Deportivo La Coruna pada musim 2002-03. Tak hanya itu, Inzaghi merupakan pencetak gol terbanyak di ajang kompetisi antarklub tingkat Eropa.
Dia sudah membukukan 70 gol baik di Piala UEFA maupunn Liga Champions. Umur 37 tahun tampaknya belum membuat dia menurun. Wajar jika dia juga belum memikirkan pensiun. Sebab, mungkin dia masih merasa bisa mengaum bak singa lapar dan berkelit bak kancil yang cerdik.
Namun, pada pertandingan 19 Oktober itu, Madrid akhirnya menang 2-0. Inzaghi yang diturunkan di menit ke-78 menggantikan Pato, tak bisa berbuat banyak. Itu mungkin hanya terlalu singkat dia bermain. Faktanya, pernyataan Mourinho akhirnya benar.
Pada pertandingan kedua di kandang Milan, Rabu atau Kamis (4/11/2010), Inzaghi menunjukkan taringnya. Kali ini dia tampil di menit ke-60. Waktu yang cukup dan dia langsung membuat perubahan. Milan yang tertinggal 0-1, akhirnya unggul 2-1 berkat dua golnya. Sayang, Milan kehilangan konsentrasi di menit terakhir hingga akhirnya ditahan 2-2.
Tak ada yang terlalu menarik dalam pertandingan itu kecuali aksi Inzaghi. Meski sudah 37 tahun, dia menunjukkan naluri striker yang mengagumkan. Dia garang seperti singa, tapi juga liat dan cerdik seperti kancil. Sudah terlalu sering Inzaghi membuat gol-gol menentukan. Permainannya memang tak terlalu eksplosif dan atraktif.
Tapi, nalurinya sebagai striker luar biasa. Inzaghi seperti tahu sebelumnya ke mana bola akan mengarah. Sehingga, dia selalu berada dalam posisi yang tepat dan membuat gol mudah, tapi penting dan menentukan. Seperti saat melawan Milan. Tendangan silang Zlatan Ibrahimovic. Tak ada yang mengira bahwa kiper Madrid, Iker Casillas, akan salah anatisipasi. Namun, Inzaghi seperti sudah membacanya.
Bola yang sebenarnya mudah, gagal ditangkap Casillas. Tepisannya melintir dan tiba-tiba disahut Inzaghi dengan sundulannya, gol. Itu kelebihan besar darinya. Selain itu, dia punca kecerdikan sekaligus kelicikan dalam mencuri jebakan offside. Sudah sering dia mencetak gol setelah lolos dari jebakan offside.
Bahkan, terkadang dia benar-benar offside tapi pintar mengelabuhi wasit dan hakim garis. Gol kedua ke gawang Madrid membuktikannya. Sebuah umpan terobosan Gennaro Gattuso langsung dia songsong. Dalam tayangan ulang, jelas dia dalam posisi offside. Namun, wasit Howard Webb membiarkannya. Inzaghi pun dengan leluasa menaklukkan Casillas dan membawa timnya unggul.
Itulah Inzaghi. Dia Singa tua yang masih tajam dan pantas ditakuti pelatih sekelas Mourinho. Dia juga licik dan cerdas dalam mengelabuhi wasit. Sudah sering dia mencetak gol setelah dalam posisi offside, tapi aman-aman saja. Ketajaman Inzaghi juga tak perlu diragukan lagi. Dia orang pertama yang mencetak hat-trick dua kali di Liga Champions saat masih memperkuat Juventus. Pertama lawan Dynamo Kyiv pada 1998 dan kedua lawan Hamburg pada 2000.
Dia kemudian memperbaiki rekor mencetak hat-trick untuk ketiga kalinya di Liga Champions saat membela Milan lawan Deportivo La Coruna pada musim 2002-03. Tak hanya itu, Inzaghi merupakan pencetak gol terbanyak di ajang kompetisi antarklub tingkat Eropa.
Dia sudah membukukan 70 gol baik di Piala UEFA maupunn Liga Champions. Umur 37 tahun tampaknya belum membuat dia menurun. Wajar jika dia juga belum memikirkan pensiun. Sebab, mungkin dia masih merasa bisa mengaum bak singa lapar dan berkelit bak kancil yang cerdik.
sumber : kompas.com
0 komentar:
Post a Comment