ROMA - Mantan pelatih AC Milan, Alberto Zaccheroni, menilai, performa buruk mantan klubnya di Serie-A merupakan bukan diakibatkan oleh hal-hal teknis, seperti taktik, melainkan oleh hilangnya harga diri. Setelah mereguk kemenangan 2-1 atas Siena di awal musim ini, penampilan tak lagi memuaskan.
Kemerosotan itu semakin terlihat jelas dari rekor tak pernah menang dalam empat pertandingan terakhir. Menurut Zaccheroni, anjloknya prestasi Milan tak bisa dilepaskan dari hilangnya tiga pilar utama, yaitu Ricardo Kaka, Carlo Ancelotti, dan Paolo Maldini.
Meski memiliki banyak pemain bagus, tak bisa dipungkiri, tiga tokoh itu merupakan simbol kebesaran yang membuat Milan bisa mengangkat kepala di hadapan tim besar lainnya. Perginya ketiga simbol kebesaran itu secara bersamaan, seperti menguras semua daya hidup Milan. Keadaan diperburuk dengan pelit dan lambannya Milan di bursa transfer.
Alasan krisis finansial yang dikemukakan Presiden Silvio Berlusconi membuat pemain semakin mempertanyakan komitmen manajemen. Milan pun semakin minder ketika Inter Milan dan Juventus mendatangkan pemain-pemain top, misalnya Samuel Eto'o Wesley Sneijder, Felipe Melo dan Diego.
Milan yang sudah kehilangan pilar pun semakin tertampar. Di tengah krisis itu, Zaccheroni melihat sosok bek Ignazio Abate yang masih memiliki antusiasme dan kebanggan bermain untuk Milan. Menurutnya, itu terjadi karena Abate berasal dari tim gurem, Torino. Bermain untuk tim dengan reputasi lebih tinggi jelas membanggakan.
Hal itu berbeda dari apa yang dirasakan pemain Milan lain. Mereka adalah tim besar, namun perginya Kaka, Ancelotti, dan Maldini, telahmembuat mereka seperti kehilangan segalanya. "Mereka adalah tim yang kehilangan harga diri Saya tidak berpikir ini soal taktik atau nilai. Saya tidak berpikir, masalah mereka adalah pada (materi) skuad.
Bukan kebetulan bahwa Abate telah menjadi pemain penting karena ia mengalami musim di mana ia terdemosi bersama Torino," ungkapnya. "Baginya, bermain untuk Milan adalah seperti mencapai langit dengan jarinya. Jadi, ia memiliki antusiasme untuk melakukan hal besar. Saya tidak tahu apakah pemain lain memiliki antusiasme yang sama.
Ketika tim kehilangan harga diri, maka sulit untuk melakukan apa yang Anda inginkan. Anda kehilangan harga diri tidak kepada diri Anda, melainkan kepada mereka yang bermain bersama Anda," tambahnya.
Kemerosotan itu semakin terlihat jelas dari rekor tak pernah menang dalam empat pertandingan terakhir. Menurut Zaccheroni, anjloknya prestasi Milan tak bisa dilepaskan dari hilangnya tiga pilar utama, yaitu Ricardo Kaka, Carlo Ancelotti, dan Paolo Maldini.
Meski memiliki banyak pemain bagus, tak bisa dipungkiri, tiga tokoh itu merupakan simbol kebesaran yang membuat Milan bisa mengangkat kepala di hadapan tim besar lainnya. Perginya ketiga simbol kebesaran itu secara bersamaan, seperti menguras semua daya hidup Milan. Keadaan diperburuk dengan pelit dan lambannya Milan di bursa transfer.
Alasan krisis finansial yang dikemukakan Presiden Silvio Berlusconi membuat pemain semakin mempertanyakan komitmen manajemen. Milan pun semakin minder ketika Inter Milan dan Juventus mendatangkan pemain-pemain top, misalnya Samuel Eto'o Wesley Sneijder, Felipe Melo dan Diego.
Milan yang sudah kehilangan pilar pun semakin tertampar. Di tengah krisis itu, Zaccheroni melihat sosok bek Ignazio Abate yang masih memiliki antusiasme dan kebanggan bermain untuk Milan. Menurutnya, itu terjadi karena Abate berasal dari tim gurem, Torino. Bermain untuk tim dengan reputasi lebih tinggi jelas membanggakan.
Hal itu berbeda dari apa yang dirasakan pemain Milan lain. Mereka adalah tim besar, namun perginya Kaka, Ancelotti, dan Maldini, telahmembuat mereka seperti kehilangan segalanya. "Mereka adalah tim yang kehilangan harga diri Saya tidak berpikir ini soal taktik atau nilai. Saya tidak berpikir, masalah mereka adalah pada (materi) skuad.
Bukan kebetulan bahwa Abate telah menjadi pemain penting karena ia mengalami musim di mana ia terdemosi bersama Torino," ungkapnya. "Baginya, bermain untuk Milan adalah seperti mencapai langit dengan jarinya. Jadi, ia memiliki antusiasme untuk melakukan hal besar. Saya tidak tahu apakah pemain lain memiliki antusiasme yang sama.
Ketika tim kehilangan harga diri, maka sulit untuk melakukan apa yang Anda inginkan. Anda kehilangan harga diri tidak kepada diri Anda, melainkan kepada mereka yang bermain bersama Anda," tambahnya.
sumber : kompas.com
0 komentar:
Post a Comment