ROMA - Seorang mantan pemain AC Milan, Carlo Petrini mengaku, ia dan teman-teman satu timnya menjadi "korban" tradisi penggunaan doping pada era 1960an dan 1970an. "Seperti pemakaian obat, saya adalah korban doping. Saya sebut korban karena bagi saya memang seperti itu," kata mantan striker Milan era 1968/69 itu kepada Sky Sport. "Awalnya dokter, tukang pijat, dan pelatih datang ke ruang ganti.
Dokter memegang botol kecil di tangannya yang mirip botol (minuman) Orangina dengan bagian tutup lunak," tambah mantan pemain Genoa, Torino, dan AS Roma tersebut. "Waktu itu belum ada suntikan sekali pakai, jadi kami memakai suntikan besar yang dididihkan bersama jarum-jarum penyuntik. Hari itu, setiap jarum dimasukkan ke botol lima kali sebelum disuntikkan ke lima otot berbeda."
Begitulah ceritanya. Sejak saat itu, para pemain Milan selalu memakai "obat" tersebut karena setelah itu mereka tidak pernah merasa kehilangan energi saat di lapangan. Petrini menambahkan, obat itu telah membuat badan pemain selalu segar dan tidak pernah merasa lelah. "Setiap hari selalu ada penyuntikan.
Beberapa (pemain) menyuntik sendiri karena mereka tidak percaya dengan tukang pijat," lanjutnya dalam wawancara tentang efek obat-obatan bagi pemain. Sayangnya, obat itu memberikan efek buruk bagi kesehatan. Petrini bilang, ludah pemain berubah menjadi berwarna hijau cerah. Bibir pemain juga membengkak seolah sedang mengulum sesuatu. "Kami harus berlari dengan mulut terbuka. Kami pikir pengaruhnya bakal berhenti setelah pertandingan berakhir tapi kami masih memiliki banyak energi sehingga kami tak dapat beristirahat," sebutnya.
Pada 2001, Petrini menerbitkan sebuah buku yang isinya menyalahkan tradisi menggunakan doping tersebut. Mantan pemain yang pernah terlibat dalam kasus pengaturan skor pada 1980 itu menyesal karena waktu itu tidak ada seorang pun yang berniat meneliti tentang efek buruk penggunaan doping tersebut bagi kesehatan tidak hanya dalam jangka pendek, tapi juga jangka lama.
Dokter memegang botol kecil di tangannya yang mirip botol (minuman) Orangina dengan bagian tutup lunak," tambah mantan pemain Genoa, Torino, dan AS Roma tersebut. "Waktu itu belum ada suntikan sekali pakai, jadi kami memakai suntikan besar yang dididihkan bersama jarum-jarum penyuntik. Hari itu, setiap jarum dimasukkan ke botol lima kali sebelum disuntikkan ke lima otot berbeda."
Begitulah ceritanya. Sejak saat itu, para pemain Milan selalu memakai "obat" tersebut karena setelah itu mereka tidak pernah merasa kehilangan energi saat di lapangan. Petrini menambahkan, obat itu telah membuat badan pemain selalu segar dan tidak pernah merasa lelah. "Setiap hari selalu ada penyuntikan.
Beberapa (pemain) menyuntik sendiri karena mereka tidak percaya dengan tukang pijat," lanjutnya dalam wawancara tentang efek obat-obatan bagi pemain. Sayangnya, obat itu memberikan efek buruk bagi kesehatan. Petrini bilang, ludah pemain berubah menjadi berwarna hijau cerah. Bibir pemain juga membengkak seolah sedang mengulum sesuatu. "Kami harus berlari dengan mulut terbuka. Kami pikir pengaruhnya bakal berhenti setelah pertandingan berakhir tapi kami masih memiliki banyak energi sehingga kami tak dapat beristirahat," sebutnya.
Pada 2001, Petrini menerbitkan sebuah buku yang isinya menyalahkan tradisi menggunakan doping tersebut. Mantan pemain yang pernah terlibat dalam kasus pengaturan skor pada 1980 itu menyesal karena waktu itu tidak ada seorang pun yang berniat meneliti tentang efek buruk penggunaan doping tersebut bagi kesehatan tidak hanya dalam jangka pendek, tapi juga jangka lama.
0 komentar:
Post a Comment